Sabtu, 04 April 2009

Tragedi Situ Gintung

Situ Gintung suatu Musibah atau suatu Kelalaian?


Tangerang, 2 April
2009
Pada tanggal 27 Maret 2009, disaat sebagian besar orang masih terbuai dalam mimpi dan masih enggan untuk beranjak dari peraduan, terjadilah suatu kejadian yang akan mengubah kehidupan dari banyak orang dan mempengaruhi kehidupan lebih banyak lagi orang yang ada di tempat tersebut dan juga mereka yang ada di sekitarnya, karena pada saat itulah terjadi pecahnya tanggul dari Situ Gintung, dimana menyebabkan terjadinya kematian cukup banyak dari penduduk yang tinggal di tempat tersebut, sampai saat ini jumlah angka kematian telah mencapai angka 100, banyak orang tua yang kehilangan anak, ada suami kehilangan istri, ada istri kehilangan suami, atau juga anak kehilangan orang tua, begitu besar kehilangan yang mereka alami bukan hanya kehilangan orang yang mereka sayangi akan tetapi mereka juga telah kehilangan kehidupan yang telah mereka bangun dan mereka jalani selama ini karena rumah mereka hancur terkena air bah, demikian pula surat berharga yang mereka miliki habis lantak tersapu dan dirusak oleh air bah yang menerjang kehidupan mereka yang dalam waktu singkat menghapuskan semua mimpi dan harapan yang dimiliki mereka untuk membangun kebahagiaan dan kesejahteraan bersama dengan orang yang mereka kasihi.
Semua hal ini terjadi karena suatu yang kita sebut sebagai musibah, musibah yang disebabkan oleh robohnya tanggul Situ Gintung, dimana tanggul tersebut telah berdiri dan menahan air yang terdapat di Kali Pesangrahan dari sejak jaman Belanda, tanggul tersebut dibangun pada tahun 1932 yang artinya telah berdiri selama 73 tahun, dan selama itu pula belum pernah dilakukan suatu perbaikan secara besar-besaran dari tanggul yang sudah seharusnya menerima pensiun karena umur yang telah cukup uzur, akan tetapi seperti hal lain yang terdapat di negeri ini karena suatu alasan yang kurang jelas dan kurang dapat dimengerti atau juga mungkin agak dipaksakan untuk dapat dimengerti maka tanggul yang seharusnya telah diperbaharui baik secara konstruksi maupun juga secara strukturnya masih harus berusaha menahan debit air yang ada selama yang dia mampu, sehingga akhirnya terjadilah musibah Situ Gintung kemarin ini, akan tetapi sebenarnya musibah ini dapatlah kita cegah bila masih ada sedikit kepedulian dari pemerintah daerah setempat yang tidak sibuk mengurus dirinya sendiri dan memperkaya golongannya sendiri sehingga melupakan janji yang mereka dulu pernah ucapkan pada saat mereka belum terpilih untuk menjadi pemimpin daerah, karena berdasarkan apa yang kami dapatkan di lapangan, ternyata penduduk setempat sebenarnya telah melaporkan terdapatnya longsoran-longsoran pada tanggul sejak beberapa bulan sebelum terjadinya bencana ke pemerintah setempat, akan tetapi karena mungkin mereka terlalu sibuk dengan persiapan kampanye ataupun mempersiapkan kelompoknya untuk mensukseskan langkah mereka di pemilu yang akan datang maka laporan masyarakat tersebut dianggap sebagai angin lalu bagi para pejabat daerah, oleh karenanya musibah yang terjadi ini sesungguhnya dapat kita cegah supaya tidak terjadi bila saja terdapat sedikit kepedulian dan perhatian dari para pejabat setempat yang terkait, akan tetapi karena seperti juga pejabat lainnya yang terdapat di negeri ini, hati nurani mereka telah tumpul bahkan telah terbutakan oleh ambisinya masing-masing, maka terjadilah musibah Situ Gintung seperti yang kita saksikan kemarin ini di media massa. Oleh karenanya sebenarnya musibah yang terjadi ini merupakan suatu kelalaian, dari para pejabat setempat yang berkaitan dengan hal ini, dan hebatnya negara kita ini adalah karena begitu terjadi bencana di negeri kita yang kita cintai ini, maka lapangan bencana tersebut menjadi panggung drama yang ramai dengan para pejabat negeri yang seakan peduli terhadap rakyatnya akan tetapi sebenarnya mereka hanya berusaha untuk mencuri simpati dan berusaha untuk menarik masyarakat untuk kembali memilih mereka di pemilu yang akan datang, oleh karena mereka menjadikan tempat musibah tersebut menjadi tempat dagelan politik mereka.
Dan yang lebih hebat lagi, begitu pejabat atas meminta keterangan dan pertanggung jawaban dari para pejabat daerah yang terkait dalam kasus ini, maka semua orang yang ada di tempat tersebut saling melemparkan tanggung jawab, yang lucu adalah seorang kepala dinas pekerjaan umum berkelit untuk bertanggung jawab terhadap kejadian ini dengan mengatakan dia tidak mengetahui apa-apa sebab dia baru menjabat 10 hari jadi dia tidak bisa bertanggung jawab. Demikian juga kepala daerah saling melemparkan tanggung jawab, pada awalnya pihak Kota Tanggerang mengatakan bahwa Situ Gintung merupakan daerah kerja Pemda Banten, sedang Pemda Banten mengatakan bahwa itu masih merupakan daerah kerja dari Pemkot Tanggerang, akan tetapi juga mengatakan bahwa sebenarnya masih merupakan wilayah kerja Jakarta, jadi kesimpulan siapa yang bertanggung jawab terhadap masyarakat di tempat tersebut?
Akan tetapi pada saat terdapat kesempatan untuk menarik pajak dari para penduduk di daerah tersebut, semua pemda berusaha untuk mendapatkan bagiannya, akan tetapi pada saat ditanyakan kepada mereka kenapa ternyata mereka yang ada di sekitar tanggul tersebut sebenarnya melanggar akan tetapi kenapa mereka setiap tahun ditarik pembayaran PBB dari setiap rumah penduduk tersebut, yang artinya rumah mereka diakui oleh pemda terdapat di wilayah kerja mereka, akan tetapi saat mereka dikonfirmasi ini mereka semua berusaha untuk membalikkan tangan mereka dan melipat lengan mereka seakan-akan mereka semua bersih, dan tidak pernah tahu-menahu tentang hal tersebut, memang Indonesia ini suatu negara yang aneh, karena bila soal uang maka orang dengan cepat langsung mengerubuti tempat tersebut, akan tetapi bila yang diminta pertanggung jawaban maka semua orang akan langsung mengangkat tangan, tidak tahu....tidak mengerti....tidak bertanggung jawab!
Kelalaian dari para aparat setempat yang harus dibayar mahal oleh masyarakat Situ Gintung, dan dibayar bukan dengan hanya harta mereka akan tetapi juga nyawa mereka. Yang lebih parah lagi sebagian besar dari rumah yang tersapu oleh arus Situ Gintung adalah sebenarnya merupakan kost-kostan mahasiswa yang tidak pernah dapat tercatat dengan baik dan memiliki data yang lengkap, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya suatu simpang siur jumlah korban yang sebenarnya.
Sampai saat ini tercatat korban yang meninggal adalah 99 orang, korban yang hilang mencapai 100 orang, yang hingga kini masih belum dapat kita temukan keberadaaanya, dan juga terdapat 184 orang yang terluka dan masih dirawat di Rumah Sakit di sekitar lokasi.
Marilah kita sebagai masyarakat mulai bangkit dan mulai peduli terhadap masyarakat lainnya yang ada disekitar kita, karena bila bukan kita yang peduli terhadap diri kita sendiri maka siapa yang akan peduli? Pemerintah? Mereka akan sibuk dengan proses pemilu dan kampanye-kampanye yang mereka lakukan, biarlah mereka sibuk sendiri dengan semua usahanya untuk menduduki singgasana kursi panas yang begitu mereka inginkan dan untuk kemudian mereka berusaha semaksimal mungkin mengisi kantung mereka dengan pundi-pundi uang dari masyarakat yang seharusnya mereka lindungi dan mereka bangun akan tetapi justru mereka perah untuk kepentingan mereka pribadi atau kelompoknya.
Mari kita secara bersama bergandeng tangan untuk membangun Indonesia kita yang sudah carut marut oleh salah urus yang dilakukan pemerintah kita, marilah kita cegah kelalaian yang telah menjadi budaya dari pejabat yang seharusnya bertanggung jawab, karena bila bukan kita maka tidak ada orang lain yang peduli terhadap kita.

Tim dokter yang dikirim oleh Maranatha.
  1. dr. Jossep Frederick William.
  2. dr. Evy Silviani Agustina.
  3. dr. Ariel Timy Chiprion.
  4. dr. Daniel Asa Singarimbun.
  5. dr. Ratih Pratiwi.
  6. dr. Eva Kurniawati.
  7. dr. Ivanna Theresa Setijanto.
  8. dr. Odilia Lustriana.
Pimpinan Medis di lapangan dipimpin oleh : Bpk. Tony dari GKI

Selasa, 31 Maret 2009

Bakti Sosial Muara Kapuk

Kesehatan, Sebuah Oasis atau Fatamorgana Bagi Masyarakat?
Muara Kapuk, Jakarta 2 Maret 2008.
Bakti Sosial "Kopassus Peduli".

Kesehatan merupakan suatu kebutuhan dasar dari manusia, kebutuhan dasar yang boleh dibilang mutlak dan dapat menjadi absolut nilainya, karena tanpa kesehatan semua yang ada dalam kehidupan kita akan menjadi tidak berarti, akan tetapi dengan kesehatan yang baik, maka semua yang ada dalam kehidupan kita dapat menjadi lebih indah untuk dinikmati dan dijalani.
Meskipun kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting, akan tetapi banyak diantara kita yang kurang memperhatikan kesehatan, baik karena satu ataupun juga hal yang lainnya, dimana pada satu sisi ada mereka yang kurang memperhatikan kesehatan mereka karena kesibukkan kerja yang mereka jalani sehingga mereka meletakkan kesehatan sebagai prioritas nomor sekian dari kegiatan mereka, mereka menganggap kesehatan sebagai suatu hal yang tidak mereka perlu perhatikan karena mereka berpendapat bahwa uang atau prestasi berada diatas dari kesehatan mereka sendiri, mereka berpendapat bahwa dengan posisi dan uang yang mereka miliki, mereka dapat membeli semuanya termasuk juga kesehatan, memang hal ini ada benarnya, dimana bila kita sakit dan memiliki uang maka kita dapat mendapatkan perawatan yang terbaik yang dapat kita dapatkan, akan tetapi betapa banyak uang yang kita miliki akan menjadi tidak berarti bila kita menjadi sakit. Di lain pihak ada mereka yang tidak dapat memperhatikan kesehatan mereka karena mereka tidak mampu mendapatkan perawatan kesehatan yang baik sehingga mereka terpaksa mengabaikan kesehatan mereka sebagai prioritas nomor sekian pula dalam kehidupan mereka karena kesehatan menjadi barang mewah bagi mereka, sehingga sulit mereka jangkau dengan kemampuan ekonomi yang mereka miliki, dimana akhirnya mereka dari pada berusaha mendapatkan perawatan kesehatan mereka lebih baik berusaha mendapatkan uang yang lebih banyak untuk menyokong kehidupan mereka. Sebagian lagi dari masyarakat merasa kesehatan bukan menjadi masalah bagi mereka, karena dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang mereka miliki, mereka tidak mengerti apa kepentingan dari kesehatan bagi diri mereka, yang mereka ketahui adalah mereka tidak memiliki keluhan apa-apa jadi mereka sehat saja, dan mereka hanya berusaha untuk mendapatkan perawatan kesehatan bila mereka merasakan ada yang tidak nyaman dalam diri mereka, bagi mereka yang lebih penting adalah bagaimana mereka dapat menyambung hidup mereka sehari-hari tanpa mereka merasa perlu untuk berpikir tentang hal lainnya, karena mereka tidak mengerti bahwa tanpa adanya kesehatan maka mereka juga tidak akan bisa bekerja dengan baik, dan akhirnya mereka juga akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan uang untuk menyambung kehidupan mereka, bagi mereka yang penting bisa makan setiap hari sudah cukup, dan mereka berpikir mereka sudah cukup sehat.
Jadilah kesehatan itu merupakan suatu oasis atau fatamorgana bagi masyarakat di lingkungan kita, disatu sisi mereka yang berlebihan uang dan menderita sakit merasa bahwa kesehatan adalah suatu oasis yang perlu mereka kejar setelah mereka berusaha sekuat tenaga membangun mimpi mereka sehingga mereka melupakan kesehatan mereka, sehingga pada saat mereka sedang sakit, mereka baru sadar akan pentingnya kesehatan bagi mereka, sehingga mereka begitu merindukan kesehatan tersebut dan berusaha untuk mengejar kesehatan itu setinggi-tingginya dan sekuat yang mereka dapat kerjakan, seperti seorang pengelana yang merindukan oasis di padang pasir. Akan tetapi di sisi lainnya, bagi mereka yang hanya memiliki kemampuan untuk bertahan hidup saja, kesehatan tersebut merupakan suatu fatamorgana yang sulit mereka capai dan mereka dapatkan, sehingga pada saat mereka menderita sakit karena ketidak pedulian mereka terhadap kesehatan ataupun juga karena ketidak mampuan mereka untuk mendapatkan suatu perawatan dan pelayanan kesehatan yang cukup layak, kesehatan menjadi suatu fatamorgana untuk mereka yang hanya terdapat dalam mimpi saja, karena terlalu mewah dan mahal untuk mereka dapatkan, dan mereka hanya dapat bermimpi untuk mendapatkan kembali kesehatan mereka.

Bakti Sosial "Kopassus Peduli" di Kapuk Muara.
Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap kesehatan terutama pada mereka yang memiliki kemampuan ekonomi yang kurang, tampak jelas sekali pada pelaksanaan Bakti Sosial yang diadakan oleh Kopassus di daerah Kapuk Muara pada tanggal 2 Maret 2008 kemarin ini, dimana tampak sekali masyarakat sangat antusias dan sangat membutuhkan perhatian terhadap perawatan kesehatan yang mereka dalam keadaan biasa akan cukup sulit untuk mendapatkannya, hal ini tampak sekali dalam banyaknya kasus-kasus kesehatan yang tidak tertangani oleh petugas kesehatan setempat atau fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan tersebut, sehingga akhirnya menjadi berat dan parah, misalnya ada seorang warga yang mendapat kecelakaan dan mengalami cidera pada tulang punggungnya, dia harus menunggu sampai 2 bulan lamanya, karena dia tidak memiliki uang untuk berobat, dan juga usaha dia berobat ke Rumah Sakit setempat kurang mendapatkan perhatian karena dia adalah orang yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar secara penuh (Gakin), baru kemudian pada saat Bakti Sosial ini dia dapat mendapatkan bantuan untuk mendapatkan perawatan yang diperlukan sehingga dapat diharapkan untuk memperoleh kembali kesehatannya.
Kasus penyakit yang sebenarnya ringan akan tetapi karena dibiarkan sehingga menjadi berat banyak di alami di dalam masyarakat yang datang untuk berobat ke Bakti Sosial pengobatan gratis ini, banyak pula penyakit yang dibiarkan karena kurangnya pengetahuan dari penderita itu sendiri, sebagai contohnya banyak kita temukan mereka yang menderita penyakit paru-paru Tuberculosis (TBC), yang sudah menjadi berat, dimana seharusnya hal ini tidak terjadi, ketika kita menanyakan mengapa mereka tidak berobat, banyak dari mereka yang mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai uang untuk berobat, karena meskipun ada paket berobat gratis untuk para penderita Tuberculosis (TBC) dari pemerintah, akan tetapi tetap diperlukan sedikit uang untuk berobat ke Puskesmas, dimana sedikit uang inilah yang tidak mereka miliki. Di sisi lainnya, ada juga penyakit Tuberculosis yang menjadi berat tersebut, pada saat ditanyakan mengapa tidak berobat, mereka mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa mereka penyakit yang serius, sehingga mereka tidak merasa perlu untuk berobat, hal ini disebabkan keluhan yang mereka rasakan hanya berupa batuk-batuk saja dan mereka beranggapan hal ini disebabkan karena terlalu letih bekerja, ataupun hanya batuk-batuk karena alergi, atau batuk-batuk karena stress menghadapi beban kehidupan, jadi mereka tidak tahu kalau mereka menderita penyakit yang serius. Ada lagi mereka yang telah mendapatkan pengobatan Tuberculosis, akan tetapi karena mereka setelah berobat selama 1 bulan mereka merasa jauh lebih baik, mereka merasa tidak perlu untuk melanjutkan pengobatan yang mereka terima, hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat dan juga kurang telaten tenaga kesehatan untuk menerangkan pengobatan yang harus dijalani oleh seorang penderita Tuberculosis, dimana begitu mereka merasa jauh lebih baik, mereka merasa telah sehat jadi tidak perlu mengkonsumsi obat Tuberculosis yang diberikan oleh Puskesmas atau juga petugas DOTS yang ada di masyarakat. Memang masalah kesehatan yang ada sangatlah kompleks dan membutuhkan orang yang peduli untuk memotong lingkaran setan yang ada di dalam masyarakat ini.
Penyakit yang ditangani pada Bakti Sosial Pengobatan Gratis "Kopassus Peduli" ini terutama merupakan penyakit yang telah biasa kita hadapi, terutama berhubungan dengan pola hygiene dari masyarakat tersebut. Penyakit itu antara lain adalah :
  1. Penyakit saluran napas.
  2. Penyakit saluran pencernaan.
  3. Penyakit kulit.
  4. Penyakit Tuberculosis.
  5. Penyakit degeneratif.
  6. Masalah psikososial.
  7. Dll.
Dari para pasien yang datang ke Bakti Sosial Pengobatan Gratis "Kopassus Peduli" ini dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa, mereka yang datang untuk berobat memiliki masalah yang berdasarkan pada :
  • Masalah kepedulian dan pengetahuan terhadap kesehatan yang kurang di dalam masyarakat, dimana mereka kadang-kadang sangat "ignorance" terhadap kesehatan mereka sendiri, sehingga penyakit yang mereka derita menjadi berat.
  • Masalah kemampuan ekonomi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, juga kurang, sehingga mereka cendrung untuk menunda-nunda untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, sampai penyakit yang mereka derita menjadi berat, baru pada saat diadakan Bakti Sosial Pengobatan Gratis mereka mengharapkan untuk mendapat kesembuhan, yang mana hal ini mungkin tidak dapat terjadi, karena penyakit yang mereka derita memerlukan tindak lanjut yang berkesinambungan untuk dapat sembuh seperti sedia kala, atau penyakit yang mereka derita menjadi terkontrol dengan baik.
  • Masalah penjagaan kebersihan dan kesadaran akan kebersihan pada masyarakat juga perlu diperhatikan, karena banyak penyakit yang dialami berhubungan dengan masalah kebersihan.
  • Masalah penyuluhan yang kurang tentang penyakit-penyakit menular seperti Tuberculosis, dimana sebagian besar dari masyarakat kurang mengetahui tentang penularan, perjalanan penyakit, serta penanganan penyakit tersebut, hal ini menunjukkan perlunya lebih digiatkan lagi penyuluhan oleh Badan yang terkait sehingga penyakit ini dapat kita redam.
Oleh karena itu diperlukan kerja sama dari semua pihak yang terlibat sehingga kesehatan masyarakat dapat menjadi lebih baik, dimana hal ini melibatkan usaha dalam "case finding", hal ini dapat dilakukan dengan cara Bakti Sosial Pengobatan Gratis seperti yang ktia telah laksanakan ataupun juga merangkul pihak lain yang memberikan pelayanan dalam bidang kesehatan seperti dokter praktek pribadi, balai pengobatan, klinik dokter jaga, yang untuk kemudian ditindak lanjuti oleh pihak yang terkait dalam hal ini, dimana disini yang sangat berperan adalah Dinas Kesehatan setempat dan Pemda setempat dengan lini terdepannya adalah "Puskesmas", sehingga kasus yang ada di masyarakat tersebut dapat di tindak lanjuti sehingga kesehatan bagi masyarakat golongan bawah ini tidak lagi menjadi suatu "Fatamorgana" yang ada di awang-awang. Karena tanpa adanya kerja sama yang baik dari semua pihak yang terlibat, semua yang kita kerjakan akan berakhir tanpa adanya suatu makna, yang akhirnya merupakan suatu "Fatamorgana" bagi masyarakat. (JFW)

Sabtu, 28 Maret 2009

Jabar Peduli

Gerakan "Jawa Barat Peduli"suatu Usaha untuk Mensejahterakan Masyarakat.
Bandung, 20 Oktober 2008.

Masyarakat saat ini begitu banyak mengalami kesulitan, baik kesulitan dalam kehidupan maupun dalam masalah kesehatan, karena semuanya merupakan suatu sebab dan akibat, dimana masalah kehidupan itu termasuk didalamnya adalah masalah keuangan, masalah keuangan akan menyebabkan terjadinya masalah yang lainnya semua hal tersebut akan saling berhubungan, masalah keuangan akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan gizi dari keluarga, yang akhirnya akan menyebabkan masalah kesehatan, baik dari masalah kesehatan yang ringan sampai yang berat. Sehingga akhirnya akan menurunkan kemampuan dan ketahanan masyarakat pada umumnya dan Jawa Barat secara khususnya. Oleh karena hal tersebut, maka muncullah kesadaran untuk melakukan sesuatu yang dapat berguna bagi masyarakat luas, dalam hal ini muncullah suatu gerakan "Jawa Barat Peduli", yang pada dasarnya merupakan suatu gerakan untuk memperbaiki kesehatan masyarakat Jawa Barat pada khususnya.
Gerakan "Jawa Barat Peduli", merupakan gerakan yang diprakarsai oleh Gubernur Jawa Barat H.Achmad Heryawan, dimana gerakan ini didukung secara penuh oleh berbagai pihak yang ada dalam masyarakat, seperti KBSP (Kelompok Bakti Sosial Pengusaha), Yon Zipur - Ujung Berung, Rumah Sakit Mata Cicendo, beberapa Sekolah Tinggi Kesehatan, dan beberapa Sekolah Tinggi yang terdapat di Bandung ini, serta Pemda dan Dinas Kesehatan Bandung.
Maranatha Social Service & Crisis Center dalam hal ini turut di ajak serta partisipasinya, dalam hal ini kami terlibat dalam mengirimkan tenaga medis untuk membantu mensukseskan program gerakan ini, dimana kami mengirimkan kurang lebih 25 orang dokter, dan kurang lebih 40 orang ko-assisten (dokter muda), untuk membantu pelaksanaan awal dari gerakan "Jawa Barat Peduli" ini yang diadakan di Lapangan Yon Zipur Ujung Berung - Bandung, pada tanggal 20 Oktober 2008, dimana dalam acara ini diadakan suatu pelayanan kesehatan gratis untuk masyarakat sekitar secara terpadu, dimana diadakan pelayanan pengobatan umum yang dokternya berasal dari Maranatha Social Service & Crisis Center, dan pihak lainnya yang turut membantu pelaksanaan. Perawatan gigi yang merupakan kerja sama dengan PKGM (Pusat Kesehatan Gigi Masyarakat) yang merupakan milik dari dinas kesehatan kotamadya Bandung, dan dokter gigi dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha, dan dokter gigi dari Rumah Sakit Immanuel (drg. Lina Tanubrata,Sp.Ort.), dan dokter gigi yang berasal dari dinas kesehatan Kotamadya Bandung, dan pelayanan Keluarga Berencana yang didukung oleh BKKBN Jawa Barat, dimana saat itu dilaksanakan pelayanan pemasangan IUD massal dan juga pemasangan implant (susuk) KB, dalam pelaksanaannya dibantu oleh para petugas kesehatan dan bidan dari dinas kesehatan Kotamadya Bandung, serta didukung oleh para ko-assisten dari bagian Ob-gyn, yang bekerja dibawah pengawasan dr.Rimonta F. Gunanegara,SpOG., dan dr.Hanafi Hartanto. Pemasangan IUD dan Implant ini juga sangat berguna bagi para ko-assisten karena membantu mereka untuk melatih diri untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat. Selain dari itu juga terdapat pojok pelayanan pemeriksaan golongan darah dari PMI Jawa Barat serta kesempatan untuk menyumbangkan darah bagi mereka yang berminat. Rumah Sakit Mata Cicendo juga terlibat dengan menurunkan dokter mata dan juga residen mata yang ada disana untuk melayani masyarakat bersama dengan Vision 2020 dari WHO yang memberikan bantuan kacamata murah untuk masyarakat.
Acara ini dibuka secara langsung oleh Bapak Gubernur Jawa Barat sendiri dan dihadiri oleh Muspida dan juga tokoh-tokoh masyarakat Jawa Barat, acara pembukaan gerakan "Jawa Barat Peduli" ini merupakan awal dari suatu gerakan yang berkelanjutan dimana kita akan melakukan gerakan pengobatan gratis ini keseluruh Jawa Barat dengan cara bertahap dan berkelanjutan, sehingga diharapkan kesehatan masyarakat Jawa Barat dapat ditingkatkan secara bertahap, karena nantinya gerakan ini bukan hanya berhenti dalam bakti sosial pengobatan gratis saja, tapi akan kami lanjutkan dengan pendirian klinik pengobatan yang murah untuk melayani masyarakat Jawa Barat dengan bekerja sama berbagai pihak yang memiliki visi dan misi yang sama sehingga dapat kita harapkan kesehatan dari masyarakat dapat kita tingkatkan, akan tetapi kami harapkan bukan hanya kesehatan saja yang kita dapat perbaiki dari masyarakat kita tetapi juga dalam bidang ekonomi dan taraf kesejahteraan, karena hal inilah yang penting sebab tanpa adanya peningkatan kemampuan ekonomi dan kesejahteraan dari masyarakat, maka masyarakat yang telah kita kembalikan kesehatannya dengan pelayanan yang kita berikan maka akan kembali sakit dan menderita, sehingga bila kita ingin melakukan suatu pelayanan secara lengkap maka kita harus memperbaiki masalah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tidak mungkin kita kerjakan sendiri akan tetapi harus merupakan suatu kerja yang bersifat berkesinambungan dengan berbagai pihak yang ingin terlibat bersama kami untuk membangun masyarakat Indonesia secara umumnya dan masyarakat Jawa Barat secara khususnya.
Dari apa yang telah dipaparkan diatas maka tampaklah Pekerjaan Rumah kita sangatlah banyak, kami kurang suka dengan mereka yang hanya berbicara tanpa banyak melakukan apa yang mereka katakan tapi mereka malah banyak merugikan masyarakat dengan kelakuan yang mereka kerjakan, akan tetapi mereka berdalih apa yang mereka kerjakan adalah untuk rakyat, tapi bukan rakyat yang diuntungkan akan tetapi kantong dirinya sendiri dan kelompoknya sendiri.
Maka dari itu marilah kita bersama bersatu untuk membantu masyarakat yang sangat memerlukan uluran tangan kita bersama untuk memperbaiki kesejahteraan mereka serta juga memperbaiki akses mereka ke fasilitas kesehatan sehingga kesehatan jangan menjadi suatu barang mewah untuk masyarakat.

Jumat, 27 Maret 2009

Bakti sosial Ciwidey - Kawah Putih - Sinumbra

Kepedulian dari Telkomsel - Kopassus untuk Rakyat.
Sinumbra - Kawah Putih - Ciwidey (27 Juli 2008)
Telkomsel dan Kopassus merupakan komponen masyarakat, sangat peduli terhadap masyarakat sekitar dimana seperti yang kita ketahui semua bahwa masyarakat kita sangat kekurangan saat ini, begitu masyarakat yang membutuhkan akan tetapi mereka tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan yang mereka butuhkan, dan bila mereka memiliki akses ke fasilitas kesehatan tersebut sering kali yang menjadi masalah mereka adalah ketidak adaan dari dukungan finansial. Saat ini kita ketahui bahwa untuk mendapatkan perawatan kesehatan sangat mahal, kadang buat mereka yang memiliki penghasilan sesuai dengan keadaan (UMR (Upah Minimum Regional)) sangat sulit untuk mendapatkan suatu keseimbangan antara kebutuhan sehari-hari yang juga mereka sangat perlukan dengan kebutuhan kesehatan. Dimana pada saat kita sekolah kita selalu mendapatkan penekanan dari guru-guru kita bahwa kesehatan merupakan hal primer dalam kehidupan kita akan tetapi tampaknya kesehatan ini harus juga kembali berkompetisi dengan keperluan perut dan sandang yang mereka butuhkan, sehingga akhirnya keperluan akan kesehatan akan tertinggal di belakang, karena sebagian besar dari masyarakat yang berada di dalam kadar "UMR" ini akan memilih untuk memenuhi terlebih dahulu keperluan dari perut dibandingkan dengan keperluan akan kesehatan, meskipun sebenarnya semuanya itu saling berkaitan dan berhubungan.
Oleh karena hal tersebut maka Tekomsel yang bekerja sama dengan Kopassus, memberanikan diri untuk mengajak kami dari Maranatha Social Service & Crisis Center untuk membantu masyarakat yang kekurangan, dimana kegiatan ini bukanlah kegiatan yang pertama kalinya diprakarsai oleh Telkomsel yang bekerja sama dengan Kopassus, dimana mereka sudah sering sekali melakukan kegiatan sosial ini, ditempat yang sering kita lupakan, mungkin bukan karena keadaan geografis yang ada sehingga mereka dilupakan, akan tetapi juga ada kalanya dan seringnya adalah karena daerah tersebut kurang potensial bagi kelompok yang berkuasa sehingga mereka menjadi kurang diperhatikan oleh pihak yang terkait, pada tempat inilah Telkomsel datang dan melayani mereka dengan semampu dan sekuat yang memungkinkan, Telkomsel dan Kopassus sering mengajak kami dari Maranatha Social Service & Crisis Center untuk turut melayani masyarakat diberbagai tempat, oleh karenanya kami merasa sangat berterima kasih karena kepercayaan yang diberikan kepada kami oleh Telkomsel terutama kepercayaan terhadap kemampuan dokter kami untuk membantu pelayanan yang dilakukan oleh Telkomsel terhadap masyarakat di Indonesia.
Salah satu bukti kepercayaan ini adalah diajaknya kami untuk membantu melayani pelayanan yang dilakukan oleh Telkomsel yang kerja sama dengan Kopassus di daerah Ciwidey (Sinumbra - Kawah Putih (Perkebunan XII)), dalam hal ini adalah di tempat agak sulit untuk masyarakat setempat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan, bukan karena ketidak adaannya fasilitas kesehatan ditempat tersebut ataupun juga kurangnya tenaga kesehatan yang melayani tempat tersebut, akan tetapi lebih kepada sulitnya penduduk untuk mencapai fasilitas kesehatan dan juga waktu yang diperlukan untuk mencapai fasilitas kesehatan menjadi cukup panjang karena fasilitas kesehatan yang ada cukup jauh.
Pelaksanaan dari bakti sosial pengobatan gratis ini dibuka secara langsung oleh Bupati Bandung Bpk. Obar S., bakti sosial pengobatan gratis ini merupakan kerja sama antara Telkomsel sebagai pemprakarsa, beserta Kopassus sebagai pemfasilitasi dari kegiatan bakti sosial pengobatan gratis ini, bersama dengan Pemda setempat yang telah mengijinkan tempat mereka untuk dipergunakan untuk melakukan kegiatan bakti sosial pengobatan massal gratis ini, karena tanpa kerja sama yang baik dari semua pihak maka niscaya kegiatan bakti sosial pengobatan gratis ini tidak akan pernah terlaksana mungkin hanya merupakan suatu wacana saja tanpa adanya realisasi. Dengan adanya kerja sama yang baik dan saling pengertian dari pihak-pihak yang terlibat maka semuanya dapat terlaksana dengan baik, meskipun terdapat beberapa kekurangan pada saat perencanaan maupun pada saat pelaksanaan, akan tetapi bakti sosial pengobatan gratis ini boleh dikatakan sangat sukses, dan masyarakat dapat langsung merasakan manfaatnya dimana pada pelaksanaan acara bakti sosial pengobatan gratis ini telah dilayani kurang lebih sekitar 4000 orang pasien dengan kami melakukan lebih dari 120 tindakan bedah minor kepada penduduk yang membutuhkan, dan kami melakukan lebih dari 70 pemeriksaan kandungan atau yang berhubungan dengan kebidanan dengan 3 kasus yang kami rujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang lebih lanjut. Serta kami melakukan lebih dari 60 pemeriksaan EKG jantung, lebih dari 100 pemeriksaan THT dengan melibatkan dokter spesialis THT secara langsung, lebih dari 200 pemeriksaan mata dengan melibatkan dokter spesialis Mata, dan juga melakukan lebih dari 500 pemeriksaan Rontgen secara langsung di lapangan, tanpa perlu merujuk ke lain tempat yang mana merupakan yang pertama kali kami lakukan.
Penyakit yang banyak kami jumpai dilapangan adalah tuberkulosis, dimana sangat banyak sekali dari pasien yang secara klinis kita curigai terkena tuberkulosis dengan berbagai tingkatan dari penyakitnya, sedangkan penyakit yang lain yang banyak diderita oleh masyarakat di daerah tersebut adalah hipertensi dan penyakit paru lainnya yang mungkin berhubungan dengan kebiasaan penduduk di sekitar tempat tersebut untuk merokok dan memasak kebutuhan mereka sehari-hari dengan menggunakan tungku yang berbahan bakar kayu bakar, memang hal ini kembali lagi karena bila menggunakan minyak tanah atau bahkan gas mereka merasa kurang mampu untuk membeli, sedangkan bahan yang terdapat dalam jumlah banyak di daerah mereka adalah kayu bakar jadi bahan inilah yang mereka gunakan untuk memasak dan memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Akan tetapi kami juga menemukan beberapa kasus kurang gizi pada anak-anak, hal ini juga berakhir karena istilah "UMR" yang mereka alami sehingga mereka memilih kuantitas dibandingkan dengan kualitas makanan yang mereka makan.
Selain dari kasus yang dapat kami tanggulangi di lapangan banyak juga kasus yang terpaksa kami rujuk ke Rumah Sakit setempat (Soreang) karena memerlukan perawatan lebih lanjut, dimana biaya perawatan dari pasien yang kami rujuk ke Rumah Sakit tersebut sepenuhnya ditanggung oleh Pemda setempat, dalam hal ini ada terdapat lebih dari 20 kasus yang perlu mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih lanjut yang kami rujuk ke Rumah Sakit setempat.
Hal ini membuktikan terjadi kerja sama yang baik antara semua pihak yang terlibat, ternyata masih sangat banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan dan pertolongan karena mereka tidak mampu menangani penyakit yang mereka derita itu sendiri, hal ini disebabkan "UMR" yang mereka terima tidaklah mencukupi kebutuhan yang mereka perlukan sehingga keperluan akan kesehatan menjadi suatu yang sekunder, sedangkan tanpa kesehatan maka semua yang ada akan menjadi tidak berarti karena kesehatan ini merupakan hal terpenting dalam hidup kita, oleh karenanya marilah kita bantu masyarakat kita yang sangat membutuhkan bantuan sehingga mereka dapat memenuhi semua kebutuhan mereka bukan hanya keperluan perut mereka saja dan melupakan keperluan lainnya yang juga sebenarnya sangat penting untuk mereka diantaranya kesehatan, selain dari kesehatan mereka juga membutuhkan uluran kita untuk perumahan mereka, karena bila kita lihat para pekerja ini memiliki rumah yang kurang baik dari segi kesehatan.
Begitu banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan, masyarakat sangat membutuhkan pertolongan kita dan bantuan kita oleh karenanya marilah kita bersama dan bersatu untuk membantu masyarakat kita untuk bangkit, dengan demikian dapatlah kita harapkan kita dapat maju kembali bersama dengan seluruh rakyat Indonesia sehingga impian Indonesia yang makmur dan sejahtera bukan hanya merupakan suatu slogan yang diucapkan oleh para legislatif pada saat mereka berpidato akan tetapi menjadi suatu kenyataan dan bukan hanya suatu fatamorgana yang jauh di ufuk mata.

Kamis, 26 Maret 2009

Ekspedisi Manokwari I


Gerakan Kemanusiaan Indonesia suatu pandangan antara kebutuhan dan pengharapan dari masyarakat.

Gerakan Kemanusiaan Indonesia merupakan suatu gerakan yang dibentuk oleh Sinode Gereja Kristen Indonesia, dimana mereka telah turun beberapa kali di tempat bencana dan tempat dimana masyarakat memerlukan pertolongan dan bantuan.

Untuk pergerakan kali ini untuk pertama kalinya Gerakan Kemanusiaan Indonesia ini menggandeng Universitas Kristen Maranatha, dalam hal ini diwakili oleh Maranatha Socials Service & Crisis Center, untuk membentuk tim untuk memberikan bantuan kesehatan dan dukungan setelah terjadinya musibah gempa bumi di Manokwari yang terjadi 4 Januari 2009, tujuan dari pergerakkan tim kali ini adalah untuk memberikan bantuan sebanyak mungkin kepada masyarakat yang masih belum dapat dicapai karena masalah geografis di daerah Manokwari dan sekitarnya oleh Tim pemberi bantuan sebelum kami. Sehingga Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia bergerak ke tempat yang terpencil dan sulit untuk dicapai, di daerah pesisir Utara dan daerah pesisir Timur dari Manokwari. Dimana di pesisir Utara kita memberikan pelayanan kesehatan sampai ke desa yang berada paling Utara dari tempat tersebut yaitu desa Meyes, dan di daerah Timur kita memberikan pelayanan ke daerah Amberbaken yang tadinya kami akan memberikan bantuan sampai dengan Saukorem akan tetapi karena saat kami datang ombak di laut sedang sangat tinggi dan juga saat tersebut terjadi longsor di tempat tersebut sehingga kami terpaksa harus berhenti di daerah Amberbaken. Di tempat tersebut kami memberikan pelayanan di beberapa desa yaitu Arfu, sampai sebuah desa yang sangat terpencil dan tidak dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan biasa, sehingga kami terpaksa membuat jalan tembus yang baru dengan membuka hutan dan menggunakan kendaraan mobil hardtop untuk dapat mencapai desa tersebut, dimana perjalanan untuk membuka jalan tersebut kami tempuh dalam waktu 2 jam perjalanan, desa tersebut adalah desa Waru, dimana mereka belum mendapatkan pelayanan kesehatan dalam waktu yang cukup lama.

Berdasarkan dari apa yang kami peroleh di lapangan selama kami melaksanakan pelayanan dengan Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia, kami mendapatkan bahwa masyarakat di daerah tersebut sangatlah tertinggal dalam bidang pelayanan kesehatan, dimana mereka sangat sulit mendapatkan akses ke pelayanan kesehatan, sehingga keadaan kesehatan masyarakat di daerah tersebut cukup memprihatinkan, karena selain mereka sangat kurang terawat kesehatannya, anak-anak yang terdapat di daerah tersebut 90% mengalami kekurangan gizi yang sangat parah, hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat setempat mengenai gizi yang baik, baik berupa makanan yang baik untuk dimakan (empat sehat, lima sempurna) karena tingkat pendidikan mereka yang relative rendah (sebagian kecil yang pernah mengenyam pendidikan tamat SD, beberapa pernah mengenyam pendidikan sampai SMP), juga karena sebagian besar dari mereka menderita malaria yang sudah kronis dan berat, hal ini dapat terjadi karena kesadaran masyarakat yang terdapat di tempat tersebut dan juga kepatuhan mereka terhadap aturan makan obat yang sangat rendah, sehingga tidaklah mengherankan bila malaria menjadi suatu masalah yang sulit diberantas, juga karena masalah dan cara pengobatan yang tidak sempurna sehingga malaria yang ada menjadi resisten terhadap obat-obatan yang biasa diberikan, karena pemberian obat malaria yang berlarut-larut dan diberikan dalam waktu yang lama mengakibatkan gangguan dalam fungsi hati pada masyarakat di daerah tersebut, sehingga tidak mengherankan bila daya tahan masyarakat di daerah tersebut menjadi sangat rendah dan rentan terhadap penyakit. Hal tersebut juga akhirnya menyebabkan terjadinya malnutrisi pada anak-anak cukup parah.

Selain dari malaria yang banyak terjadi terutama pada mereka yang tinggal di daerah pegunungan juga ternyata penyakit Tuberkulosis memiliki insidensi yang cukup tinggi, hal ini dapat dimengerti dimana mereka sebagian besar tinggal di tempat tinggal yang semipermanen dengan ventilasi udara yang sangat kurang, bila dapat dikatakan buruk, hal tersebut dapat menyebabkan penyebaran dari penyakit Tuberkulosis menjadi lebih hebat di kalangan masyarakat di daerah tersebut, ditambah lagi dengan pelayanan kesehatan yang sangat kurang sehingga, mereka yang menderita Tuberkulosis tidak terdeteksi oleh tenaga kesehatan, atau kader kesehatan, karena kemampuan mereka untuk mencapai masyarakat tersebut sangat rendah, hal tersebut disebabkan karena sulitnya transportasi di daerah tersebut, dimana sebagian besar harus ditempuh dengan berjalan kaki selama berjam-jam, hal ini juga menjadi masalah yang harus kita perhatikan karena dengan gaji yang tidak terlalu besar, kita tidak dapat mengharapkan para petugas kesehatan memiliki dedikasi yang cukup baik sehingga mereka dapat mencapai masyarakat yang terdapat di daerah-daerah terpencil, maka tidak mengherankan bila masyarakat di daerah tersebut memiliki tingkat kesehatan yang buruk. Hal tersebut juga menyebabkan tingkat insidensi terjadinya penyakit Tuberkulosis menjadi tinggi, bahkan pada suatu desa kami menemukan obat Tuberkulosis yang diberikan telah kadaluarsa selama 1 tahun lebih, sehingga dapat kita bayangkan obat tersebut bukan memberikan kesembuhan kepada penderita, malah mungkin akan menimbulkan masalah yang lebih parah kepada penderita.

Selain Tuberkulosis, penyakit yang cukup banyak diderita oleh masyarakat di daerah yang kami kunjungi terutama untuk masyarakat di daerah Timur, adalah Filariasis yang menyebabkan terjadinya Elephantiasis, akan tetapi yang menyedihkan adalah kesediaan obat di puskesmas untuk menanggulangi Filariasis tersebut sangat terbatas, bila diijinkan dapat dikatakan tidak ada, karena pada saat kami tiba, obat yang tersedia di puskesmas pembantu di daerah Arfu yang kita jadikan Base Camp untuk pergerakkan kami di daerah Timur, hanya terdapat obat-obatan standar yang bersifat mendasar, itupun tidak terlalu lengkap lagi. Mereka tidak memiliki obat untuk menanggulangi Filariasis, sehingga dapat dibayangkan masyarakat akan banyak mengalami penyakit ini karena selain dari mereka sendiri kurang mampu menjaga kebersihan diri mereka dan juga lingkungan mereka karena tingkat pendidikan mereka yang rata-rata rendah, maka Filariasis ini menjadi suatu penyakit yang meraja lela di antara masyarakat terutama pada masyarakat di daerah Timur. Bahkan terdapat seorang penderita Elephantiasis Scrotalis yang begitu hebatnya, sehingga praktis dia duduk diatas kulit buah pelirnya yang menjadi begitu besarnya.

Masalah yang terjadi ini bukan tidak mendapatkan perhatian dari mantri Perawat Bpk. Frans yang menjadi kepala puskesmas Saukorem, beliau mengetahui terdapat masalah-masalah seperti yang telah di uraikan diatas, akan tetapi beliau tidak dapat berbuat banyak, karena para pegawai puskesmas yang lainnya mereka kurang peduli terhadap hal tersebut, karena mereka merasa kurang diperhatikan oleh pemerintah. Selain dari itu bila mereka mengirimkan pasien yang memiliki masalah khusus yang seharusnya di tangani oleh dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah, mereka hanya akan mendapatkan kekecewaan karena pasien tersebut akan kembali pulang tanpa ada perawatan yang memadai, bahkan tanpa perawatan sama sekali, sedangkan bila mereka menunggu lama di kota Manokwari, mereka mengalami kesulitan karena mereka harus menanggung sendiri seluruh biaya hidup mereka selama mereka berada di kota Manokwari, sehingga rata-rata mereka hanya mampu bertahan untuk menunggu selama 3 sampai 5 hari di kota untuk kemudian kembali lagi ke tempat mereka berasal. Selain dari itu mereka juga harus menanggung sendiri biaya mereka kembali ketempat asal mereka, dimana bila mereka berasal dari pesisir Utara tidak terlalu mahal karena mereka dapat menggunakan taksi (kendaraan umum setempat) dimana akan memakan biaya Rp. 25.000,- per orang untuk sampai ke desa paling ujung (Meyes), akan tetapi ceritanya akan sangat berbeda bila mereka berada di ujung pesisir Timur, karena untuk perjalanan sampai ke Arfu setiap orang harus membayar Rp. 300.000,- sampai dengan Rp. 400.000,- untuk selanjutnya mereka harus berjalan kaki, dari Arfu untuk mencapai Saukorem, desa yang terletak di perbatasan Kabupaten Sorong, mereka harus berjalan kaki selama 12 jam, yang di ikuti dengan menyebrang menggunakan media transport perahu tempel (jonson) selama 2 jam, yang memerlukan biaya per orang Rp. 50.000,-. Sehingga dapat dibayangkan betapa sulit dan mahalnya mereka untuk berobat di kota Manokwari, serta betapa kecewanya mereka pada saat mereka turun ke Manokwari akan tetapi mereka tidak mendapatkan perawatan dan perhatian dari medis yang mencukupi, karena pengorbanan yang mereka keluarkan untuk mendapatkan pelayanan medis di Manokwari sangatlah besar dan sangat berat. Hal tersebut pula yang menyebabkan para Mantri Kesehatan yang bertugas di Puskesmas Saukorem menjadi pasif dan kurang termotivasi untuk merujuk masyarakat ke Rumah Sakit Umum Manokwari. Kami pikir perlu kita melakukan sesuatu untuk menindak lanjuti masalah ini sebelum masalah yang terjadi ini menjadi masalah yang berlarut-larut terus menerus, sehingga akhirnya akan menimbulkan masalah kesehatan dan kesejahteraan di masyarakat yang lebih besar lagi.

Kami selain memberikan bantuan berupa pengobatan gratis kepada masyarakat, kami juga memberikan bantuan berupa bahan pangan dan juga bahan pokok yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh penduduk setempat, kami selain dari itu kami juga memberikan bantuan alat tulis dan buku, dimana bantuan bahan pangan dan bahan pokok serta alat tulis beserta buku kami salurkan secara langsung kepada masyarakat melalui perantaraan dari Guru Jemaat dan juga Pendeta yang memegang klasis di tempat tersebut, kami melakukan hal tersebut karena kami melihat masalah kekurangan gizi begitu menjadi masalah yang mencengkram masyarakat baik masyarakat pesisir Timur maupun pesisir Utara, meskipun keadaan tersebut jauh menjadi lebih parah lagi, kami berusaha untuk melakukan yang terbaik akan tetapi kami juga sadar bahwa kami tidak dapat menyelesaikan masalah yang masyarakat hadapi, kami hanya dapat berharap dengan apa yang telah kami perbuat di daerah tersebut kami dapat memperingan beban dari masyarakat, serta sedikit memberikan penghiburan kepada mereka setelah mereka tertimpa oleh bencana alam, meskipun mereka masih memerlukan banyak sekali bantuan akan tetapi kami hanya dapat memberikan apa yang kami punya, serta berharap mereka dapat memanfaatkan semua yang kami telah berikan dengan sebaik mungkin sehingga dapat berguna bagi mereka sekeluarga.

Pada hari ke 3 kami berangkat ke Pulau Mansinam dimana pada saat tersebut terjadi perayaan 150 tahun Injil masuk ke Papua yang dibawa oleh missionaries dulu, yang pertama kali terjadi di Pulau Mansinam, kami untuk dapat mencapai daerah tersebut kami harus menaiki kapal dengan mesin tempel yang disebut dengan kapal jonson, kami membawa perlengkapan obat-obatan dan juga susu kotak yang akan dibagikan kepada masyarakat yang menghadiri perayaan Injil masuk Papua di pulau Mansinam tersebut, kami menggunakan 2 buah kapal jonson, dengan perjalanan selama kurang lebih 10 menit, kami tiba di pulau Mansinam, di pulau ini kami melayani para jemaah yang melakukan perayaan 150 tahun masuknya injil ke tanah Papua. Kami dalam kegiatan ini dibantu oleh puskesmas klasis Manokwari, yang memiliki Puskesmas Pembantu di pulau tersebut, dengan seorang dokter PTT yang kebetulan berasal dari Fakultas Kedokteran Unpad yaitu dr. Marlene, beliau sudah bertugas selama 8 bulan di Manokwari, seluruh staff puskesmas turut serta membantu kami untuk pelayanan ini, kami disambut dengan baik oleh seluruh staff puskesmas klasis, mereka terlibat secara langsung dengan pengobatan gratis yang kami jalani, juga membantu dengan menambahkan obat-obatan yang ada dengan memberikan persediaan obat yang mereka miliki, meskipun persediaan mereka tidak banyak dan mereka juga telah mengalami kesulitan dalam penyaluran persediaan obat-obatan, meskipun mereka berada di tengah kota Manokwari, hampir selama 2 bulan persediaan obat-obatan mereka belum mendapatkan penyaluran dari dinas kesehatan, hal ini dapat terjadi karena sebelum kami tiba, ada sekelompok orang sukarelawan dari Dongala yang bekerja di daerah tersebut, akan tetapi mereka ternyata sangat sedikit membawa obat-obatan untuk membantu masyarakat, sehingga akhirnya dinas kesehatan Manokwari dengan terpaksa mengeluarkan persediaan obat mereka, hal ini mengakibatkan mereka kekurangan suplay dari obat-obatan yang cukup berat. Hal tersebut dikatakan oleh dr.H. Sembiring yang merupakan kepala dinas kesehatan Manokwari, mereka juga masih menunggu pasokan obat-obatan dari Jayapura, yang kadang-kadang bisa berbulan-bulan baru tiba, hal ini disebabkan oleh karena kendala transportasi, dimana bila suplay persediaan ini biasanya didatangkan lewat laut, karena akan sulit bila lewat udara dan biaya yang dibutuhkan akan menjadi sangat besar. Sehingga pada akhir acara pelayanan yang kami lakukan, akhirnya kami menyumbangkan sebagian kecil dari obat yang kami miliki untuk dipergunakan di puskesmas pembantu Mansinam, dan juga puskesmas klasis Manokwari.

Masyarakat sangat mengharapkan bila gerakan yang telah kami mulai ini dapat melayani lebih lama lagi dan lebih baik lagi di daerah mereka, sehingga kami dapat lebih banyak membantu dan menangani masalah-masalah yang mereka hadapi, akan tetapi karena keterbatasan tenaga dan waktu yang dimiliki oleh Tim serta juga dana yang kami miliki tidak terlalu besar, maka kami terpaksa tidak dapat melayani mereka lebih lama, karena sebenarnya masih banyak yang dapat kami kerjakan sebagai Tim di daerah tersebut, karena untuk mendapatkan dampak yang berarti bagi masyarakat, kami masih memiliki begitu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Pada tanggal 6 Februari 2009, bergabung bersama dengan kami dr.Surya Tanurahardja,MPH.,DT&MH., Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang tiba bersama dengan dr.Felix Kasim,DR.MKes., Pembantu Rektor IV Universitas Kristen Maranatha di Manokwari dengan menggunakan pesawat Merpati, akan tetapi karena ada pergeseran rencana yang mana tadinya kami akan langsung berangkat pada tanggal 6 Februari 2009 tersebut untuk langsung menuju daerah pelayanan di Manokwari Timur, dimana kami baru berangkat pada tanggal 7 Februari 2009, sehingga mereka tidak dapat turut serta dalam pelayanan kami di Manokwari Timur, karena rencananya mereka akan kembali pada tanggal 8 Februari 2009, dengan menggunakan pesawat Merpati dari Manokwari, sehingga akhirnya mereka melakukan pula pelayanan di daerah Manokwari (Barosi), dimana dalam pelayanannya mereka melayani 93 orang masyarakat yang terdapat di sekitar posko, akan tetapi ternyata pesawat mereka mengalami penundaan pemberangkatan yang sedianya akan berangkat pada tanggal 8 Februari 2009 langsung menuju Jakarta, akan tetapi baru ada pemberangkatan pada tanggal 9 Februari 2009 untuk langsung menuju Jakarta. Dimana masalah yang mereka hadapi di kota Manokwari jauh lebih baik dimana sebagian besar penyakit adalah ISPA (Infeksi Saluran Napas Atas) dan penyakit kulit, hal ini disebabkan karena kebersihan yang kurang baik di daerah Manokwari kota. Selama dalam pelayanannya mereka didampingi oleh Pendeta GKI Manokwari setempat yang kebetulan memiliki jemaat di tempat tersebut, dimana system obat yang diberikan adalah dengan system peresepan, untuk kemudian resep tersebut ditebus di apotik yang ada di kota Manokwari, hal tersebut disebabkan karena obat-obatan yang kami bawa, semuanya dibawa oleh Tim GKI yang mengadakan pelayanan di Manokwari Timur. Dimana resep yang ditebus ini dibayar secara langsung oleh pendeta yang telah dititipkan uang oleh Tim GKI, karena kami tidak dapat mendampingi Tim yang bekerja di Manokwari karena semua Tim berangkat menuju ke Manokwari Timur. Selama tinggal di kota Manokwari baik dr.Surya T.,MPH.,DT&MH., dan dr.Felix K.,DR.MKes., tinggal di Posko GKI Barosi, yang memiliki cuaca sangat panas dan cukup memiliki fasilitas yang kurang memadai, karena bila kita akan mandi, maka kami harus menimba terlebih dahulu air yang akan kami akan gunakan tersebut dari sumur. Selama kami tinggalkan tuan rumah kami juga turut mendampingi mereka berdua, dimana Ibu Delli M., yang selama kami tinggal di Posko GKI Barosi juga menjadi tuan rumah dari dr.Surya T. dan dr.Felix K., selama mereka ada di kota Manokwari.

Apa yang telah kami lakukan selama berada di daerah Manokwari, sangatlah kurang memadai, serta kurang memiliki dampak yang dapat dirasakan secara cukup berarti oleh masyarakat di daerah tersebut, dimana kami menginginkan untuk dapat memberikan bantuan yang lebih besar dan lebih bermanfaat kepada masyarakat di daerah Manokwari secara khusus dan masyarakat Indonesia secara umumnya, oleh karenanya kami sangat berharap agar kami dapat pergi kembali ke daerah tersebut, untuk mendirikan sebuah rumah sakit lapangan, dimana rumah sakit lapangan ini akan berada di suatu daerah selama 2 sampai 3 minggu untuk kemudian kita berpindah lagi ke daerah yang lainnya, sehingga kami dapat merawat masyarakat yang sangat membutuhkan di tempat tersebut, sehingga setidaknya mereka dapat merasakan kesehatan mereka yang kembali seperti sebelumnya, selain dari keinginan untuk mendirikan rumah sakit lapangan, kami juga berniat untuk mengirimkan para alumnus dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha untuk dapat bertugas di daerah Manokwari secara khususnya dan juga di daerah Papua secara umumnya, karena saat ini daerah tersebut sangat mengalami kekurangan tenaga dokter, hal tersebut sempat di utarakan oleh Pdt. Albert Yoku (Sekretaris Umum Sinode GKI Papua) dimana mereka memiliki beberapa fasilitas kesehatan yang tidak memiliki tenaga dokter, sehingga mereka saat ini hanya memiliki tenaga keperawatan saja. Sinode GKI Papua menyatakan mereka lebih dari senang untuk menerima tenaga dokter, yang kita akan berikan untuk mengabdi di daerah Papua. Demikian pula dengan puskesmas di daerah tersebut banyak yang tidak memiliki dokter, terutama di daerah yang terpencil. Selain dari itu hal ini juga merupakan kesempatan bagi kita untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi lulusan kita di tempat tersebut, dimana keuntungan bagi mereka adalah mereka dapat melaksanakan PTT (Wajib Bakti Sarjana) dalam waktu yang singkat, 6 bulan sampai 1 tahun, sehingga hal tersebut cukup menarik untuk mereka.

Selain dari dokter mungkin kita juga dapat mengirimkan tenaga lulusan kita dari fakultas lainnya, untuk membantu mengembangkan daerah tersebut, karena sebenarnya potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut sangat besar, akan tetapi pengelolaannya yang masih belum terjamah dengan baik, karena seperti daerah yang terpecil di pesisir Timur, seperti desa Waru, pada jaman masa penjajahan Belanda, tempat tersebut adalah daerah pengeksport beras merah, akan tetapi saat ini untuk makan saja mereka sulit dan juga daerah mereka sulit di tembus, artinya terjadi suatu pengelolaan yang kurang tepat karena potensi yang mereka miliki ternyata cukup besar, akan tetapi masih belum terkelola dengan baik, bila potensi ini dapat kita kelola dengan baik, maka daerah tersebut diharapkan dapat mandiri dan mencukupi dirinya sendiri, serta kita dapat membangun suatu kekuatan ekonomi yang cukup baik di daerah tersebut.

Masyarakat di daerah sekitar kota Manokwari secara khususnya dan Papua secara umumnya sangat mengharapkan bantuan kita, akan tetapi bantuan yang kita berikan sebaiknya jangan berupa bantuan yang dapat langsung mereka pergunakan karena akan habis dan setelah habis mereka akan mengalami kembali kesulitan seperti sebelum kita berikan bantuan, ada baiknya kita memberikan bantuan yang dapat mereka gunakan secara berulang-ulang dan bila dapat menghasilkan, sehingga tingkat kesejahteraan mereka dapat ditingkatkan. Hal ini dapat kita lakukan dengan memperbaiki pendidikan di daerah tersebut, selain dari hal tersebut kita juga perlu membangun fasilitas untuk komunikasi serta kesehatan bagi mereka, untuk hal ini kita perlu bekerja sama dengan aparat yang terkait serta mungkin juga dengan LSM lainnya yang memiliki visi dan misi yang searah dengan tujuan kita, seperti Gereja atau organisasi lainnya, karena bila kita melakukan semuanya sendiri juga mungkin akan sulit bagi kita untuk melaksanakannya dengan baik, karena bila untuk jangka pendek mungkin kita akan mampu untuk mengerjakannya akan tetapi bila kita melakukannya untuk jangka panjang akan mengalami kesulitan, karena nantinya kita akan memiliki masalah dengan sumber daya manusia.

Bila kita tidak cepat bertindak maka kita akan kehilangan Papua dari Negara Indonesia yang kita cintai ini, karena saat ini anak-anak yang terdapat di Papua sangat memerlukan bantuan kita karena mereka sebagian besar sangat kekurangan gizi, dan kekurangan pendidikan, sedangkan kita sadari bahwa anak-anak adalah masa depan dari kita, bila kita kehilangan mereka karena mereka menjadi bodoh akibat dari kekurangan gizi yang mereka alami, serta juga rendahnya edukasi yang mereka miliki, maka dapat kita bayangkan betapa mudahnya nantinya orang merebut Papua yang memang sudah terseok karena kesulitan yang mereka alami untuk nantinya melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Daftar anggota Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia Manokwari I (1 - 11 Februari 2009)
Anggota Medis :
  1. dr.Jossep Frederick William.
  2. dr.Odilia Lustriana.
  3. dr.Rita Arrianty.
  4. dr.M. Fahrizal Alkaff (Ijal).
  5. dr.Nissa Dwityarahma.
  6. dr.Lisa.
  7. dr.Ariel Timy Chiprion (R'T).
  8. dr.Daniel Asa Singarimbun (Bunbun).
  9. Dalia Novitasari,Nurs. (Novi).
  10. Leni Yonatan Selan,Nurs. (Bang Jo).
Pendukung (Support team) :
  • I. Ester S. Toemion.
  • Sdri. Sarra Thenu.
  • Sdri. Dina Manafe.
  • Sdri. Muliathy B. (Lia).
  • Sdr. Jefri S. Kayai (Jenab - Jefri Nabire).
  • Sdr. Jeffrey Papare.
  • Sdr. Singgih Karyana.
  • Bpk. Ino S. Toemion.
Pimpinan Tim : Bpk. Pdt. Jusak Ismanto I. (Sinode GKI Jabar).