Situ Gintung suatu Musibah atau suatu Kelalaian?
Tangerang, 2 April 2009
Pada tanggal 27 Maret 2009, disaat sebagian besar orang masih terbuai dalam mimpi dan masih enggan untuk beranjak dari peraduan, terjadilah suatu kejadian yang akan mengubah kehidupan dari banyak orang dan mempengaruhi kehidupan lebih banyak lagi orang yang ada di tempat tersebut dan juga mereka yang ada di sekitarnya, karena pada saat itulah terjadi pecahnya tanggul dari Situ Gintung, dimana menyebabkan terjadinya kematian cukup banyak dari penduduk yang tinggal di tempat tersebut, sampai saat ini jumlah angka kematian telah mencapai angka 100, banyak orang tua yang kehilangan anak, ada suami kehilangan istri, ada istri kehilangan suami, atau juga anak kehilangan orang tua, begitu besar kehilangan yang mereka alami bukan hanya kehilangan orang yang mereka sayangi akan tetapi mereka juga telah kehilangan kehidupan yang telah mereka bangun dan mereka jalani selama ini karena rumah mereka hancur terkena air bah, demikian pula surat berharga yang mereka miliki habis lantak tersapu dan dirusak oleh air bah yang menerjang kehidupan mereka yang dalam waktu singkat menghapuskan semua mimpi dan harapan yang dimiliki mereka untuk membangun kebahagiaan dan kesejahteraan bersama dengan orang yang mereka kasihi.
Semua hal ini terjadi karena suatu yang kita sebut sebagai musibah, musibah yang disebabkan oleh robohnya tanggul Situ Gintung, dimana tanggul tersebut telah berdiri dan menahan air yang terdapat di Kali Pesangrahan dari sejak jaman Belanda, tanggul tersebut dibangun pada tahun 1932 yang artinya telah berdiri selama 73 tahun, dan selama itu pula belum pernah dilakukan suatu perbaikan secara besar-besaran dari tanggul yang sudah seharusnya menerima pensiun karena umur yang telah cukup uzur, akan tetapi seperti hal lain yang terdapat di negeri ini karena suatu alasan yang kurang jelas dan kurang dapat dimengerti atau juga mungkin agak dipaksakan untuk dapat dimengerti maka tanggul yang seharusnya telah diperbaharui baik secara konstruksi maupun juga secara strukturnya masih harus berusaha menahan debit air yang ada selama yang dia mampu, sehingga akhirnya terjadilah musibah Situ Gintung kemarin ini, akan tetapi sebenarnya musibah ini dapatlah kita cegah bila masih ada sedikit kepedulian dari pemerintah daerah setempat yang tidak sibuk mengurus dirinya sendiri dan memperkaya golongannya sendiri sehingga melupakan janji yang mereka dulu pernah ucapkan pada saat mereka belum terpilih untuk menjadi pemimpin daerah, karena berdasarkan apa yang kami dapatkan di lapangan, ternyata penduduk setempat sebenarnya telah melaporkan terdapatnya longsoran-longsoran pada tanggul sejak beberapa bulan sebelum terjadinya bencana ke pemerintah setempat, akan tetapi karena mungkin mereka terlalu sibuk dengan persiapan kampanye ataupun mempersiapkan kelompoknya untuk mensukseskan langkah mereka di pemilu yang akan datang maka laporan masyarakat tersebut dianggap sebagai angin lalu bagi para pejabat daerah, oleh karenanya musibah yang terjadi ini sesungguhnya dapat kita cegah supaya tidak terjadi bila saja terdapat sedikit kepedulian dan perhatian dari para pejabat setempat yang terkait, akan tetapi karena seperti juga pejabat lainnya yang terdapat di negeri ini, hati nurani mereka telah tumpul bahkan telah terbutakan oleh ambisinya masing-masing, maka terjadilah musibah Situ Gintung seperti yang kita saksikan kemarin ini di media massa. Oleh karenanya sebenarnya musibah yang terjadi ini merupakan suatu kelalaian, dari para pejabat setempat yang berkaitan dengan hal ini, dan hebatnya negara kita ini adalah karena begitu terjadi bencana di negeri kita yang kita cintai ini, maka lapangan bencana tersebut menjadi panggung drama yang ramai dengan para pejabat negeri yang seakan peduli terhadap rakyatnya akan tetapi sebenarnya mereka hanya berusaha untuk mencuri simpati dan berusaha untuk menarik masyarakat untuk kembali memilih mereka di pemilu yang akan datang, oleh karena mereka menjadikan tempat musibah tersebut menjadi tempat dagelan politik mereka.
Dan yang lebih hebat lagi, begitu pejabat atas meminta keterangan dan pertanggung jawaban dari para pejabat daerah yang terkait dalam kasus ini, maka semua orang yang ada di tempat tersebut saling melemparkan tanggung jawab, yang lucu adalah seorang kepala dinas pekerjaan umum berkelit untuk bertanggung jawab terhadap kejadian ini dengan mengatakan dia tidak mengetahui apa-apa sebab dia baru menjabat 10 hari jadi dia tidak bisa bertanggung jawab. Demikian juga kepala daerah saling melemparkan tanggung jawab, pada awalnya pihak Kota Tanggerang mengatakan bahwa Situ Gintung merupakan daerah kerja Pemda Banten, sedang Pemda Banten mengatakan bahwa itu masih merupakan daerah kerja dari Pemkot Tanggerang, akan tetapi juga mengatakan bahwa sebenarnya masih merupakan wilayah kerja Jakarta, jadi kesimpulan siapa yang bertanggung jawab terhadap masyarakat di tempat tersebut?
Akan tetapi pada saat terdapat kesempatan untuk menarik pajak dari para penduduk di daerah tersebut, semua pemda berusaha untuk mendapatkan bagiannya, akan tetapi pada saat ditanyakan kepada mereka kenapa ternyata mereka yang ada di sekitar tanggul tersebut sebenarnya melanggar akan tetapi kenapa mereka setiap tahun ditarik pembayaran PBB dari setiap rumah penduduk tersebut, yang artinya rumah mereka diakui oleh pemda terdapat di wilayah kerja mereka, akan tetapi saat mereka dikonfirmasi ini mereka semua berusaha untuk membalikkan tangan mereka dan melipat lengan mereka seakan-akan mereka semua bersih, dan tidak pernah tahu-menahu tentang hal tersebut, memang Indonesia ini suatu negara yang aneh, karena bila soal uang maka orang dengan cepat langsung mengerubuti tempat tersebut, akan tetapi bila yang diminta pertanggung jawaban maka semua orang akan langsung mengangkat tangan, tidak tahu....tidak mengerti....tidak bertanggung jawab!
Kelalaian dari para aparat setempat yang harus dibayar mahal oleh masyarakat Situ Gintung, dan dibayar bukan dengan hanya harta mereka akan tetapi juga nyawa mereka. Yang lebih parah lagi sebagian besar dari rumah yang tersapu oleh arus Situ Gintung adalah sebenarnya merupakan kost-kostan mahasiswa yang tidak pernah dapat tercatat dengan baik dan memiliki data yang lengkap, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya suatu simpang siur jumlah korban yang sebenarnya.
Sampai saat ini tercatat korban yang meninggal adalah 99 orang, korban yang hilang mencapai 100 orang, yang hingga kini masih belum dapat kita temukan keberadaaanya, dan juga terdapat 184 orang yang terluka dan masih dirawat di Rumah Sakit di sekitar lokasi.
Marilah kita sebagai masyarakat mulai bangkit dan mulai peduli terhadap masyarakat lainnya yang ada disekitar kita, karena bila bukan kita yang peduli terhadap diri kita sendiri maka siapa yang akan peduli? Pemerintah? Mereka akan sibuk dengan proses pemilu dan kampanye-kampanye yang mereka lakukan, biarlah mereka sibuk sendiri dengan semua usahanya untuk menduduki singgasana kursi panas yang begitu mereka inginkan dan untuk kemudian mereka berusaha semaksimal mungkin mengisi kantung mereka dengan pundi-pundi uang dari masyarakat yang seharusnya mereka lindungi dan mereka bangun akan tetapi justru mereka perah untuk kepentingan mereka pribadi atau kelompoknya.
Mari kita secara bersama bergandeng tangan untuk membangun Indonesia kita yang sudah carut marut oleh salah urus yang dilakukan pemerintah kita, marilah kita cegah kelalaian yang telah menjadi budaya dari pejabat yang seharusnya bertanggung jawab, karena bila bukan kita maka tidak ada orang lain yang peduli terhadap kita.
Tim dokter yang dikirim oleh Maranatha.
Semua hal ini terjadi karena suatu yang kita sebut sebagai musibah, musibah yang disebabkan oleh robohnya tanggul Situ Gintung, dimana tanggul tersebut telah berdiri dan menahan air yang terdapat di Kali Pesangrahan dari sejak jaman Belanda, tanggul tersebut dibangun pada tahun 1932 yang artinya telah berdiri selama 73 tahun, dan selama itu pula belum pernah dilakukan suatu perbaikan secara besar-besaran dari tanggul yang sudah seharusnya menerima pensiun karena umur yang telah cukup uzur, akan tetapi seperti hal lain yang terdapat di negeri ini karena suatu alasan yang kurang jelas dan kurang dapat dimengerti atau juga mungkin agak dipaksakan untuk dapat dimengerti maka tanggul yang seharusnya telah diperbaharui baik secara konstruksi maupun juga secara strukturnya masih harus berusaha menahan debit air yang ada selama yang dia mampu, sehingga akhirnya terjadilah musibah Situ Gintung kemarin ini, akan tetapi sebenarnya musibah ini dapatlah kita cegah bila masih ada sedikit kepedulian dari pemerintah daerah setempat yang tidak sibuk mengurus dirinya sendiri dan memperkaya golongannya sendiri sehingga melupakan janji yang mereka dulu pernah ucapkan pada saat mereka belum terpilih untuk menjadi pemimpin daerah, karena berdasarkan apa yang kami dapatkan di lapangan, ternyata penduduk setempat sebenarnya telah melaporkan terdapatnya longsoran-longsoran pada tanggul sejak beberapa bulan sebelum terjadinya bencana ke pemerintah setempat, akan tetapi karena mungkin mereka terlalu sibuk dengan persiapan kampanye ataupun mempersiapkan kelompoknya untuk mensukseskan langkah mereka di pemilu yang akan datang maka laporan masyarakat tersebut dianggap sebagai angin lalu bagi para pejabat daerah, oleh karenanya musibah yang terjadi ini sesungguhnya dapat kita cegah supaya tidak terjadi bila saja terdapat sedikit kepedulian dan perhatian dari para pejabat setempat yang terkait, akan tetapi karena seperti juga pejabat lainnya yang terdapat di negeri ini, hati nurani mereka telah tumpul bahkan telah terbutakan oleh ambisinya masing-masing, maka terjadilah musibah Situ Gintung seperti yang kita saksikan kemarin ini di media massa. Oleh karenanya sebenarnya musibah yang terjadi ini merupakan suatu kelalaian, dari para pejabat setempat yang berkaitan dengan hal ini, dan hebatnya negara kita ini adalah karena begitu terjadi bencana di negeri kita yang kita cintai ini, maka lapangan bencana tersebut menjadi panggung drama yang ramai dengan para pejabat negeri yang seakan peduli terhadap rakyatnya akan tetapi sebenarnya mereka hanya berusaha untuk mencuri simpati dan berusaha untuk menarik masyarakat untuk kembali memilih mereka di pemilu yang akan datang, oleh karena mereka menjadikan tempat musibah tersebut menjadi tempat dagelan politik mereka.
Dan yang lebih hebat lagi, begitu pejabat atas meminta keterangan dan pertanggung jawaban dari para pejabat daerah yang terkait dalam kasus ini, maka semua orang yang ada di tempat tersebut saling melemparkan tanggung jawab, yang lucu adalah seorang kepala dinas pekerjaan umum berkelit untuk bertanggung jawab terhadap kejadian ini dengan mengatakan dia tidak mengetahui apa-apa sebab dia baru menjabat 10 hari jadi dia tidak bisa bertanggung jawab. Demikian juga kepala daerah saling melemparkan tanggung jawab, pada awalnya pihak Kota Tanggerang mengatakan bahwa Situ Gintung merupakan daerah kerja Pemda Banten, sedang Pemda Banten mengatakan bahwa itu masih merupakan daerah kerja dari Pemkot Tanggerang, akan tetapi juga mengatakan bahwa sebenarnya masih merupakan wilayah kerja Jakarta, jadi kesimpulan siapa yang bertanggung jawab terhadap masyarakat di tempat tersebut?
Akan tetapi pada saat terdapat kesempatan untuk menarik pajak dari para penduduk di daerah tersebut, semua pemda berusaha untuk mendapatkan bagiannya, akan tetapi pada saat ditanyakan kepada mereka kenapa ternyata mereka yang ada di sekitar tanggul tersebut sebenarnya melanggar akan tetapi kenapa mereka setiap tahun ditarik pembayaran PBB dari setiap rumah penduduk tersebut, yang artinya rumah mereka diakui oleh pemda terdapat di wilayah kerja mereka, akan tetapi saat mereka dikonfirmasi ini mereka semua berusaha untuk membalikkan tangan mereka dan melipat lengan mereka seakan-akan mereka semua bersih, dan tidak pernah tahu-menahu tentang hal tersebut, memang Indonesia ini suatu negara yang aneh, karena bila soal uang maka orang dengan cepat langsung mengerubuti tempat tersebut, akan tetapi bila yang diminta pertanggung jawaban maka semua orang akan langsung mengangkat tangan, tidak tahu....tidak mengerti....tidak bertanggung jawab!
Kelalaian dari para aparat setempat yang harus dibayar mahal oleh masyarakat Situ Gintung, dan dibayar bukan dengan hanya harta mereka akan tetapi juga nyawa mereka. Yang lebih parah lagi sebagian besar dari rumah yang tersapu oleh arus Situ Gintung adalah sebenarnya merupakan kost-kostan mahasiswa yang tidak pernah dapat tercatat dengan baik dan memiliki data yang lengkap, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya suatu simpang siur jumlah korban yang sebenarnya.
Sampai saat ini tercatat korban yang meninggal adalah 99 orang, korban yang hilang mencapai 100 orang, yang hingga kini masih belum dapat kita temukan keberadaaanya, dan juga terdapat 184 orang yang terluka dan masih dirawat di Rumah Sakit di sekitar lokasi.
Marilah kita sebagai masyarakat mulai bangkit dan mulai peduli terhadap masyarakat lainnya yang ada disekitar kita, karena bila bukan kita yang peduli terhadap diri kita sendiri maka siapa yang akan peduli? Pemerintah? Mereka akan sibuk dengan proses pemilu dan kampanye-kampanye yang mereka lakukan, biarlah mereka sibuk sendiri dengan semua usahanya untuk menduduki singgasana kursi panas yang begitu mereka inginkan dan untuk kemudian mereka berusaha semaksimal mungkin mengisi kantung mereka dengan pundi-pundi uang dari masyarakat yang seharusnya mereka lindungi dan mereka bangun akan tetapi justru mereka perah untuk kepentingan mereka pribadi atau kelompoknya.
Mari kita secara bersama bergandeng tangan untuk membangun Indonesia kita yang sudah carut marut oleh salah urus yang dilakukan pemerintah kita, marilah kita cegah kelalaian yang telah menjadi budaya dari pejabat yang seharusnya bertanggung jawab, karena bila bukan kita maka tidak ada orang lain yang peduli terhadap kita.
Tim dokter yang dikirim oleh Maranatha.
- dr. Jossep Frederick William.
- dr. Evy Silviani Agustina.
- dr. Ariel Timy Chiprion.
- dr. Daniel Asa Singarimbun.
- dr. Ratih Pratiwi.
- dr. Eva Kurniawati.
- dr. Ivanna Theresa Setijanto.
- dr. Odilia Lustriana.