Gerakan Kemanusiaan Indonesia suatu pandangan antara kebutuhan dan pengharapan dari masyarakat. Gerakan Kemanusiaan Indonesia merupakan suatu gerakan yang dibentuk oleh Sinode Gereja Kristen Indonesia, dimana mereka telah turun beberapa kali di tempat bencana dan tempat dimana masyarakat memerlukan pertolongan dan bantuan.
Untuk pergerakan kali ini untuk pertama kalinya Gerakan Kemanusiaan Indonesia ini menggandeng Universitas Kristen Maranatha, dalam hal ini diwakili oleh Maranatha Socials Service & Crisis Center, untuk membentuk tim untuk memberikan bantuan kesehatan dan dukungan setelah terjadinya musibah gempa bumi di Manokwari yang terjadi 4 Januari 2009, tujuan dari pergerakkan tim kali ini adalah untuk memberikan bantuan sebanyak mungkin kepada masyarakat yang masih belum dapat dicapai karena masalah geografis di daerah Manokwari dan sekitarnya oleh Tim pemberi bantuan sebelum kami. Sehingga Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia bergerak ke tempat yang terpencil dan sulit untuk dicapai, di daerah pesisir Utara dan daerah pesisir Timur dari Manokwari. Dimana di pesisir Utara kita memberikan pelayanan kesehatan sampai ke desa yang berada paling Utara dari tempat tersebut yaitu desa Meyes, dan di daerah Timur kita memberikan pelayanan ke daerah Amberbaken yang tadinya kami akan memberikan bantuan sampai dengan Saukorem akan tetapi karena saat kami datang ombak di laut sedang sangat tinggi dan juga saat tersebut terjadi longsor di tempat tersebut sehingga kami terpaksa harus berhenti di daerah Amberbaken. Di tempat tersebut kami memberikan pelayanan di beberapa desa yaitu Arfu, sampai sebuah desa yang sangat terpencil dan tidak dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan biasa, sehingga kami terpaksa membuat jalan tembus yang baru dengan membuka hutan dan menggunakan kendaraan mobil hardtop untuk dapat mencapai desa tersebut, dimana perjalanan untuk membuka jalan tersebut kami tempuh dalam waktu 2 jam perjalanan, desa tersebut adalah desa Waru, dimana mereka belum mendapatkan pelayanan kesehatan dalam waktu yang cukup lama.
Berdasarkan dari apa yang kami peroleh di lapangan selama kami melaksanakan pelayanan dengan Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia, kami mendapatkan bahwa masyarakat di daerah tersebut sangatlah tertinggal dalam bidang pelayanan kesehatan, dimana mereka sangat sulit mendapatkan akses ke pelayanan kesehatan, sehingga keadaan kesehatan masyarakat di daerah tersebut cukup memprihatinkan, karena selain mereka sangat kurang terawat kesehatannya, anak-anak yang terdapat di daerah tersebut 90% mengalami kekurangan gizi yang sangat parah, hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat setempat mengenai gizi yang baik, baik berupa makanan yang baik untuk dimakan (empat sehat, lima sempurna) karena tingkat pendidikan mereka yang relative rendah (sebagian kecil yang pernah mengenyam pendidikan tamat SD, beberapa pernah mengenyam pendidikan sampai SMP), juga karena sebagian besar dari mereka menderita malaria yang sudah kronis dan berat, hal ini dapat terjadi karena kesadaran masyarakat yang terdapat di tempat tersebut dan juga kepatuhan mereka terhadap aturan makan obat yang sangat rendah, sehingga tidaklah mengherankan bila malaria menjadi suatu masalah yang sulit diberantas, juga karena masalah dan cara pengobatan yang tidak sempurna sehingga malaria yang ada menjadi resisten terhadap obat-obatan yang biasa diberikan, karena pemberian obat malaria yang berlarut-larut dan diberikan dalam waktu yang lama mengakibatkan gangguan dalam fungsi hati pada masyarakat di daerah tersebut, sehingga tidak mengherankan bila daya tahan masyarakat di daerah tersebut menjadi sangat rendah dan rentan terhadap penyakit. Hal tersebut juga akhirnya menyebabkan terjadinya malnutrisi pada anak-anak cukup parah.
Selain dari malaria yang banyak terjadi terutama pada mereka yang tinggal di daerah pegunungan juga ternyata penyakit Tuberkulosis memiliki insidensi yang cukup tinggi, hal ini dapat dimengerti dimana mereka sebagian besar tinggal di tempat tinggal yang semipermanen dengan ventilasi udara yang sangat kurang, bila dapat dikatakan buruk, hal tersebut dapat menyebabkan penyebaran dari penyakit Tuberkulosis menjadi lebih hebat di kalangan masyarakat di daerah tersebut, ditambah lagi dengan pelayanan kesehatan yang sangat kurang sehingga, mereka yang menderita Tuberkulosis tidak terdeteksi oleh tenaga kesehatan, atau kader kesehatan, karena kemampuan mereka untuk mencapai masyarakat tersebut sangat rendah, hal tersebut disebabkan karena sulitnya transportasi di daerah tersebut, dimana sebagian besar harus ditempuh dengan berjalan kaki selama berjam-jam, hal ini juga menjadi masalah yang harus kita perhatikan karena dengan gaji yang tidak terlalu besar, kita tidak dapat mengharapkan para petugas kesehatan memiliki dedikasi yang cukup baik sehingga mereka dapat mencapai masyarakat yang terdapat di daerah-daerah terpencil, maka tidak mengherankan bila masyarakat di daerah tersebut memiliki tingkat kesehatan yang buruk. Hal tersebut juga menyebabkan tingkat insidensi terjadinya penyakit Tuberkulosis menjadi tinggi, bahkan pada suatu desa kami menemukan obat Tuberkulosis yang diberikan telah kadaluarsa selama 1 tahun lebih, sehingga dapat kita bayangkan obat tersebut bukan memberikan kesembuhan kepada penderita, malah mungkin akan menimbulkan masalah yang lebih parah kepada penderita.
Selain Tuberkulosis, penyakit yang cukup banyak diderita oleh masyarakat di daerah yang kami kunjungi terutama untuk masyarakat di daerah Timur, adalah Filariasis yang menyebabkan terjadinya Elephantiasis, akan tetapi yang menyedihkan adalah kesediaan obat di puskesmas untuk menanggulangi Filariasis tersebut sangat terbatas, bila diijinkan dapat dikatakan tidak ada, karena pada saat kami tiba, obat yang tersedia di puskesmas pembantu di daerah Arfu yang kita jadikan Base Camp untuk pergerakkan kami di daerah Timur, hanya terdapat obat-obatan standar yang bersifat mendasar, itupun tidak terlalu lengkap lagi. Mereka tidak memiliki obat untuk menanggulangi Filariasis, sehingga dapat dibayangkan masyarakat akan banyak mengalami penyakit ini karena selain dari mereka sendiri kurang mampu menjaga kebersihan diri mereka dan juga lingkungan mereka karena tingkat pendidikan mereka yang rata-rata rendah, maka Filariasis ini menjadi suatu penyakit yang meraja lela di antara masyarakat terutama pada masyarakat di daerah Timur. Bahkan terdapat seorang penderita Elephantiasis Scrotalis yang begitu hebatnya, sehingga praktis dia duduk diatas kulit buah pelirnya yang menjadi begitu besarnya.
Masalah yang terjadi ini bukan tidak mendapatkan perhatian dari mantri Perawat Bpk. Frans yang menjadi kepala puskesmas Saukorem, beliau mengetahui terdapat masalah-masalah seperti yang telah di uraikan diatas, akan tetapi beliau tidak dapat berbuat banyak, karena para pegawai puskesmas yang lainnya mereka kurang peduli terhadap hal tersebut, karena mereka merasa kurang diperhatikan oleh pemerintah. Selain dari itu bila mereka mengirimkan pasien yang memiliki masalah khusus yang seharusnya di tangani oleh dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah, mereka hanya akan mendapatkan kekecewaan karena pasien tersebut akan kembali pulang tanpa ada perawatan yang memadai, bahkan tanpa perawatan sama sekali, sedangkan bila mereka menunggu lama di kota Manokwari, mereka mengalami kesulitan karena mereka harus menanggung sendiri seluruh biaya hidup mereka selama mereka berada di kota Manokwari, sehingga rata-rata mereka hanya mampu bertahan untuk menunggu selama 3 sampai 5 hari di kota untuk kemudian kembali lagi ke tempat mereka berasal. Selain dari itu mereka juga harus menanggung sendiri biaya mereka kembali ketempat asal mereka, dimana bila mereka berasal dari pesisir Utara tidak terlalu mahal karena mereka dapat menggunakan taksi (kendaraan umum setempat) dimana akan memakan biaya Rp. 25.000,- per orang untuk sampai ke desa paling ujung (Meyes), akan tetapi ceritanya akan sangat berbeda bila mereka berada di ujung pesisir Timur, karena untuk perjalanan sampai ke Arfu setiap orang harus membayar Rp. 300.000,- sampai dengan Rp. 400.000,- untuk selanjutnya mereka harus berjalan kaki, dari Arfu untuk mencapai Saukorem, desa yang terletak di perbatasan Kabupaten Sorong, mereka harus berjalan kaki selama 12 jam, yang di ikuti dengan menyebrang menggunakan media transport perahu tempel (jonson) selama 2 jam, yang memerlukan biaya per orang Rp. 50.000,-. Sehingga dapat dibayangkan betapa sulit dan mahalnya mereka untuk berobat di kota Manokwari, serta betapa kecewanya mereka pada saat mereka turun ke Manokwari akan tetapi mereka tidak mendapatkan perawatan dan perhatian dari medis yang mencukupi, karena pengorbanan yang mereka keluarkan untuk mendapatkan pelayanan medis di Manokwari sangatlah besar dan sangat berat. Hal tersebut pula yang menyebabkan para Mantri Kesehatan yang bertugas di Puskesmas Saukorem menjadi pasif dan kurang termotivasi untuk merujuk masyarakat ke Rumah Sakit Umum Manokwari. Kami pikir perlu kita melakukan sesuatu untuk menindak lanjuti masalah ini sebelum masalah yang terjadi ini menjadi masalah yang berlarut-larut terus menerus, sehingga akhirnya akan menimbulkan masalah kesehatan dan kesejahteraan di masyarakat yang lebih besar lagi.
Kami selain memberikan bantuan berupa pengobatan gratis kepada masyarakat, kami juga memberikan bantuan berupa bahan pangan dan juga bahan pokok yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh penduduk setempat, kami selain dari itu kami juga memberikan bantuan alat tulis dan buku, dimana bantuan bahan pangan dan bahan pokok serta alat tulis beserta buku kami salurkan secara langsung kepada masyarakat melalui perantaraan dari Guru Jemaat dan juga Pendeta yang memegang klasis di tempat tersebut, kami melakukan hal tersebut karena kami melihat masalah kekurangan gizi begitu menjadi masalah yang mencengkram masyarakat baik masyarakat pesisir Timur maupun pesisir Utara, meskipun keadaan tersebut jauh menjadi lebih parah lagi, kami berusaha untuk melakukan yang terbaik akan tetapi kami juga sadar bahwa kami tidak dapat menyelesaikan masalah yang masyarakat hadapi, kami hanya dapat berharap dengan apa yang telah kami perbuat di daerah tersebut kami dapat memperingan beban dari masyarakat, serta sedikit memberikan penghiburan kepada mereka setelah mereka tertimpa oleh bencana alam, meskipun mereka masih memerlukan banyak sekali bantuan akan tetapi kami hanya dapat memberikan apa yang kami punya, serta berharap mereka dapat memanfaatkan semua yang kami telah berikan dengan sebaik mungkin sehingga dapat berguna bagi mereka sekeluarga.
Pada hari ke 3 kami berangkat ke Pulau Mansinam dimana pada saat tersebut terjadi perayaan 150 tahun Injil masuk ke Papua yang dibawa oleh missionaries dulu, yang pertama kali terjadi di Pulau Mansinam, kami untuk dapat mencapai daerah tersebut kami harus menaiki kapal dengan mesin tempel yang disebut dengan kapal jonson, kami membawa perlengkapan obat-obatan dan juga susu kotak yang akan dibagikan kepada masyarakat yang menghadiri perayaan Injil masuk Papua di pulau Mansinam tersebut, kami menggunakan 2 buah kapal jonson, dengan perjalanan selama kurang lebih 10 menit, kami tiba di pulau Mansinam, di pulau ini kami melayani para jemaah yang melakukan perayaan 150 tahun masuknya injil ke tanah Papua. Kami dalam kegiatan ini dibantu oleh puskesmas klasis Manokwari, yang memiliki Puskesmas Pembantu di pulau tersebut, dengan seorang dokter PTT yang kebetulan berasal dari Fakultas Kedokteran Unpad yaitu dr. Marlene, beliau sudah bertugas selama 8 bulan di Manokwari, seluruh staff puskesmas turut serta membantu kami untuk pelayanan ini, kami disambut dengan baik oleh seluruh staff puskesmas klasis, mereka terlibat secara langsung dengan pengobatan gratis yang kami jalani, juga membantu dengan menambahkan obat-obatan yang ada dengan memberikan persediaan obat yang mereka miliki, meskipun persediaan mereka tidak banyak dan mereka juga telah mengalami kesulitan dalam penyaluran persediaan obat-obatan, meskipun mereka berada di tengah kota Manokwari, hampir selama 2 bulan persediaan obat-obatan mereka belum mendapatkan penyaluran dari dinas kesehatan, hal ini dapat terjadi karena sebelum kami tiba, ada sekelompok orang sukarelawan dari Dongala yang bekerja di daerah tersebut, akan tetapi mereka ternyata sangat sedikit membawa obat-obatan untuk membantu masyarakat, sehingga akhirnya dinas kesehatan Manokwari dengan terpaksa mengeluarkan persediaan obat mereka, hal ini mengakibatkan mereka kekurangan suplay dari obat-obatan yang cukup berat. Hal tersebut dikatakan oleh dr.H. Sembiring yang merupakan kepala dinas kesehatan Manokwari, mereka juga masih menunggu pasokan obat-obatan dari Jayapura, yang kadang-kadang bisa berbulan-bulan baru tiba, hal ini disebabkan oleh karena kendala transportasi, dimana bila suplay persediaan ini biasanya didatangkan lewat laut, karena akan sulit bila lewat udara dan biaya yang dibutuhkan akan menjadi sangat besar. Sehingga pada akhir acara pelayanan yang kami lakukan, akhirnya kami menyumbangkan sebagian kecil dari obat yang kami miliki untuk dipergunakan di puskesmas pembantu Mansinam, dan juga puskesmas klasis Manokwari.
Masyarakat sangat mengharapkan bila gerakan yang telah kami mulai ini dapat melayani lebih lama lagi dan lebih baik lagi di daerah mereka, sehingga kami dapat lebih banyak membantu dan menangani masalah-masalah yang mereka hadapi, akan tetapi karena keterbatasan tenaga dan waktu yang dimiliki oleh Tim serta juga dana yang kami miliki tidak terlalu besar, maka kami terpaksa tidak dapat melayani mereka lebih lama, karena sebenarnya masih banyak yang dapat kami kerjakan sebagai Tim di daerah tersebut, karena untuk mendapatkan dampak yang berarti bagi masyarakat, kami masih memiliki begitu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Pada tanggal 6 Februari 2009, bergabung bersama dengan kami dr.Surya Tanurahardja,MPH.,DT&MH., Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang tiba bersama dengan dr.Felix Kasim,DR.MKes., Pembantu Rektor IV Universitas Kristen Maranatha di Manokwari dengan menggunakan pesawat Merpati, akan tetapi karena ada pergeseran rencana yang mana tadinya kami akan langsung berangkat pada tanggal 6 Februari 2009 tersebut untuk langsung menuju daerah pelayanan di Manokwari Timur, dimana kami baru berangkat pada tanggal 7 Februari 2009, sehingga mereka tidak dapat turut serta dalam pelayanan kami di Manokwari Timur, karena rencananya mereka akan kembali pada tanggal 8 Februari 2009, dengan menggunakan pesawat Merpati dari Manokwari, sehingga akhirnya mereka melakukan pula pelayanan di daerah Manokwari (Barosi), dimana dalam pelayanannya mereka melayani 93 orang masyarakat yang terdapat di sekitar posko, akan tetapi ternyata pesawat mereka mengalami penundaan pemberangkatan yang sedianya akan berangkat pada tanggal 8 Februari 2009 langsung menuju Jakarta, akan tetapi baru ada pemberangkatan pada tanggal 9 Februari 2009 untuk langsung menuju Jakarta. Dimana masalah yang mereka hadapi di kota Manokwari jauh lebih baik dimana sebagian besar penyakit adalah ISPA (Infeksi Saluran Napas Atas) dan penyakit kulit, hal ini disebabkan karena kebersihan yang kurang baik di daerah Manokwari kota. Selama dalam pelayanannya mereka didampingi oleh Pendeta GKI Manokwari setempat yang kebetulan memiliki jemaat di tempat tersebut, dimana system obat yang diberikan adalah dengan system peresepan, untuk kemudian resep tersebut ditebus di apotik yang ada di kota Manokwari, hal tersebut disebabkan karena obat-obatan yang kami bawa, semuanya dibawa oleh Tim GKI yang mengadakan pelayanan di Manokwari Timur. Dimana resep yang ditebus ini dibayar secara langsung oleh pendeta yang telah dititipkan uang oleh Tim GKI, karena kami tidak dapat mendampingi Tim yang bekerja di Manokwari karena semua Tim berangkat menuju ke Manokwari Timur. Selama tinggal di kota Manokwari baik dr.Surya T.,MPH.,DT&MH., dan dr.Felix K.,DR.MKes., tinggal di Posko GKI Barosi, yang memiliki cuaca sangat panas dan cukup memiliki fasilitas yang kurang memadai, karena bila kita akan mandi, maka kami harus menimba terlebih dahulu air yang akan kami akan gunakan tersebut dari sumur. Selama kami tinggalkan tuan rumah kami juga turut mendampingi mereka berdua, dimana Ibu Delli M., yang selama kami tinggal di Posko GKI Barosi juga menjadi tuan rumah dari dr.Surya T. dan dr.Felix K., selama mereka ada di kota Manokwari.
Apa yang telah kami lakukan selama berada di daerah Manokwari, sangatlah kurang memadai, serta kurang memiliki dampak yang dapat dirasakan secara cukup berarti oleh masyarakat di daerah tersebut, dimana kami menginginkan untuk dapat memberikan bantuan yang lebih besar dan lebih bermanfaat kepada masyarakat di daerah Manokwari secara khusus dan masyarakat Indonesia secara umumnya, oleh karenanya kami sangat berharap agar kami dapat pergi kembali ke daerah tersebut, untuk mendirikan sebuah rumah sakit lapangan, dimana rumah sakit lapangan ini akan berada di suatu daerah selama 2 sampai 3 minggu untuk kemudian kita berpindah lagi ke daerah yang lainnya, sehingga kami dapat merawat masyarakat yang sangat membutuhkan di tempat tersebut, sehingga setidaknya mereka dapat merasakan kesehatan mereka yang kembali seperti sebelumnya, selain dari keinginan untuk mendirikan rumah sakit lapangan, kami juga berniat untuk mengirimkan para alumnus dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha untuk dapat bertugas di daerah Manokwari secara khususnya dan juga di daerah Papua secara umumnya, karena saat ini daerah tersebut sangat mengalami kekurangan tenaga dokter, hal tersebut sempat di utarakan oleh Pdt. Albert Yoku (Sekretaris Umum Sinode GKI Papua) dimana mereka memiliki beberapa fasilitas kesehatan yang tidak memiliki tenaga dokter, sehingga mereka saat ini hanya memiliki tenaga keperawatan saja. Sinode GKI Papua menyatakan mereka lebih dari senang untuk menerima tenaga dokter, yang kita akan berikan untuk mengabdi di daerah Papua. Demikian pula dengan puskesmas di daerah tersebut banyak yang tidak memiliki dokter, terutama di daerah yang terpencil. Selain dari itu hal ini juga merupakan kesempatan bagi kita untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi lulusan kita di tempat tersebut, dimana keuntungan bagi mereka adalah mereka dapat melaksanakan PTT (Wajib Bakti Sarjana) dalam waktu yang singkat, 6 bulan sampai 1 tahun, sehingga hal tersebut cukup menarik untuk mereka.
Selain dari dokter mungkin kita juga dapat mengirimkan tenaga lulusan kita dari fakultas lainnya, untuk membantu mengembangkan daerah tersebut, karena sebenarnya potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut sangat besar, akan tetapi pengelolaannya yang masih belum terjamah dengan baik, karena seperti daerah yang terpecil di pesisir Timur, seperti desa Waru, pada jaman masa penjajahan Belanda, tempat tersebut adalah daerah pengeksport beras merah, akan tetapi saat ini untuk makan saja mereka sulit dan juga daerah mereka sulit di tembus, artinya terjadi suatu pengelolaan yang kurang tepat karena potensi yang mereka miliki ternyata cukup besar, akan tetapi masih belum terkelola dengan baik, bila potensi ini dapat kita kelola dengan baik, maka daerah tersebut diharapkan dapat mandiri dan mencukupi dirinya sendiri, serta kita dapat membangun suatu kekuatan ekonomi yang cukup baik di daerah tersebut.
Masyarakat di daerah sekitar kota Manokwari secara khususnya dan Papua secara umumnya sangat mengharapkan bantuan kita, akan tetapi bantuan yang kita berikan sebaiknya jangan berupa bantuan yang dapat langsung mereka pergunakan karena akan habis dan setelah habis mereka akan mengalami kembali kesulitan seperti sebelum kita berikan bantuan, ada baiknya kita memberikan bantuan yang dapat mereka gunakan secara berulang-ulang dan bila dapat menghasilkan, sehingga tingkat kesejahteraan mereka dapat ditingkatkan. Hal ini dapat kita lakukan dengan memperbaiki pendidikan di daerah tersebut, selain dari hal tersebut kita juga perlu membangun fasilitas untuk komunikasi serta kesehatan bagi mereka, untuk hal ini kita perlu bekerja sama dengan aparat yang terkait serta mungkin juga dengan LSM lainnya yang memiliki visi dan misi yang searah dengan tujuan kita, seperti Gereja atau organisasi lainnya, karena bila kita melakukan semuanya sendiri juga mungkin akan sulit bagi kita untuk melaksanakannya dengan baik, karena bila untuk jangka pendek mungkin kita akan mampu untuk mengerjakannya akan tetapi bila kita melakukannya untuk jangka panjang akan mengalami kesulitan, karena nantinya kita akan memiliki masalah dengan sumber daya manusia.
Bila kita tidak cepat bertindak maka kita akan kehilangan Papua dari Negara Indonesia yang kita cintai ini, karena saat ini anak-anak yang terdapat di Papua sangat memerlukan bantuan kita karena mereka sebagian besar sangat kekurangan gizi, dan kekurangan pendidikan, sedangkan kita sadari bahwa anak-anak adalah masa depan dari kita, bila kita kehilangan mereka karena mereka menjadi bodoh akibat dari kekurangan gizi yang mereka alami, serta juga rendahnya edukasi yang mereka miliki, maka dapat kita bayangkan betapa mudahnya nantinya orang merebut Papua yang memang sudah terseok karena kesulitan yang mereka alami untuk nantinya melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.Daftar anggota Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia Manokwari I (1 - 11 Februari 2009)
Anggota Medis :
- dr.Jossep Frederick William.
- dr.Odilia Lustriana.
- dr.Rita Arrianty.
- dr.M. Fahrizal Alkaff (Ijal).
- dr.Nissa Dwityarahma.
- dr.Lisa.
- dr.Ariel Timy Chiprion (R'T).
- dr.Daniel Asa Singarimbun (Bunbun).
- Dalia Novitasari,Nurs. (Novi).
- Leni Yonatan Selan,Nurs. (Bang Jo).
Pendukung (Support team) :
- I. Ester S. Toemion.
- Sdri. Sarra Thenu.
- Sdri. Dina Manafe.
- Sdri. Muliathy B. (Lia).
- Sdr. Jefri S. Kayai (Jenab - Jefri Nabire).
- Sdr. Jeffrey Papare.
- Sdr. Singgih Karyana.
- Bpk. Ino S. Toemion.
Pimpinan Tim : Bpk. Pdt. Jusak Ismanto I. (Sinode GKI Jabar).